CERITA DIBALIK KUNJUNGAN
Sebuah perjumpaan dan diskusi bersama antara Para Pastor, Dewan Pastoral Paroki, para guru katekis dan umat Paroki St. Yakobus Rasul-Bukapitkng-Alor, dalam program kunjungan ke Kelompok Umat Basis (KUB) dan kapela, sejak 22 sampai 26 Oktober 2025. Para pastor bersama DPP dan guru katekis berkunjung ke enam KUB di pusat paroki dan enam kapela dalam wilayah paroki St. Yakobus Rasul-Bukapiting.
Ada banyak hal yang didiskusikan bersama umat dalam perjumpaan itu, melalui beberapa agenda yang telah disiapkan bersama oleh pastor paroki dan Dewan pastoral paroki. Diskusi terasa hangat dan melibatkan banyak umat berbicara karena agenda yang disiapkan adalah permasalah pastoral praktis yang sering terjadi dan dialami oleh umat dalam persekutuan hidup bersama di keluarga maupun di dalam kelompok umat basis (KUB). Misalnya tentang Sinodalitas yang berbicara tentang persekutuan, partisipasi dan perutusan umat dan seluruh perangkat pastoral ditengah-tengah kehidupan bersama baik dalam keluarga, dalam KUB, dalam kapela dan dalam paroki. Dalam agenda ini, partisipasi menjadi topik yang paling banyak dibahas karena mengevaluasi kembali perjanan partisipasi umat dalam melibatkan diri di kegiatan-kegiatan kerohanian maupun kegiatan lainnya yang menjadi program bersama Kelompok Umat Basis (KUB), Kapela maupun Paroki. Selain diskusi tentang sinodalitas (berjalan bersama), juga agenda tentang sakramen-sakramen dalam gereja katolik, dimana hanya beberapa sakramen yang dibahas dalam kunjungan dan perjumpaan tersebut yakni sakramen permandian, sakramen perkawinan dan sakramen pengurapan orang sakit. Tentang sakramen permandian, diskusi lebih memfokuskan diri pada permandian/pembaptisan darurat.
Pembaptisan darurat adalah permandian yang dilakukan untuk seseorang yang berada dalam bahaya kematian mendesak dan tidak ada diakon atau imam yang dapat melakukannya. Pembaptisan ini dapat dilakukan oleh siapa saja dengan menggunakan air berkat dan dengan rumusan tritunggal mahakudus yakni aku membaptis kamu dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Diskusi ini sangat berkaitan dengan bahaya kematian mendadak oleh anak-anak kecil yang belum dibaptis dalam gereja katolik. Tentang sakramen perkawinan, diskusi lebih menitikberatkan pada perkawinan darah dekat dan perkawinan beda agama dan beda gereja. Perkawinan darah dekat atau sering dikenal dengan inses atau perkawinan sedarah adalah hubungan seksual atau perkawinan antar individu yang memiliki hubungan darah samgat dekat. Praktek ini dianggap sangat tabu di semua budaya dan agama. Hal ini dianggap melanggar hukum dan memiliki dampak negatif sangat serius terhadap kesehatan fisik dan mental keturunannya karena meningkatkan resiko kelainan genetik.
Ada beberapa dampak dan resiko dari perkawinan darah dekat:
1. Masalah kesehatan fisik.
Keturunan dari perkawinan sedarah/darah dekat memiliki resiko lebih tinggi pada kelainan fisik baik fisik luar tubuh maupun dalam tubuh. Fisik luar misalnya cacat pada mulut, mata, telinga, kaki, tangan dan fisik luar lainnya. Sedangkan fisik dalam tubuh seperti kelainan jantung dan gangguan pada paru-paru.
2. Masalah kesehatan mental
Keturunan dari perkawinan darah dekat memiliki resiko tinggi cacat kognitif dan masalah kesehatan mental.
3. Sistim imun lemah
Keturunan dari perkawinan darah dekat bisa memiliki sistim imun yang lemah karena susunan DNA yang mirip dengan orang tua, yang membuat turunan mereka lebih rentan terhadap penyakit.
4. Ketidakstabilan emosional
Perkawinan darah dekat dapat menyebabkan trauma mendalam dan masalah psikologis bagi para korban.
Selain memiliki dampak dan resiko, perkawinan darah dekat juga dilarang secara hukum, baik hukum dalam negara maupun hukum dalam tiap-tiap agama. Di Indonesia perkawinan sedarah (inses) dikategorikan sebagai kekerasan seksual dan diatur dalam undang-undang. Demikian juga dalam agama, sangat diharamkan perkawinan darah dekat. Dari sisi sosial, perkawinan darah dekat dapat merusak tatanan keluarga.
Selain diskusi atau pembahasan tentang perkawinan darah dekat, juga ada topik lain yang sangat ramai dibahas adalah perkawinan beda agama dan beda gereja. Perkawinan beda agama (katolik dan protestan, anglikan dan ortodoks) dapat dilangsungkan setelah memperoleh izin dari gereja bersangkutan. Sedangkan perkawinan beda agama (katolik dan islam, hindu, budha) adalah perkawinan antar individu yang berbeda keyakinan (agama). Ini dianggap sangat rumit dan memerlukan dispensasi khusus beserta syarat-syarat yang ketat. Dispensasi ini mengharuskan pihak katolik berjanji untuk menjaga imannya, memastikan anak-anak dididik dalam tradisi gereja katolik dan kedua belah pihak harua memahami hakekat perkawinan yang sesungguhnya. Selain diskusi tentang sakramen permandian dan sakramen perkawinan, dalam kesempatan kunjungan tersebut dibicarakan juga tentang sakramen pengurapan orang sakit.
Sakramen pengurapan orang sakit adalah sakramen dalam gereja katolik yang diberikan imam kepada umat yang sakit berat atau usia lanjut, dengan tujuan memberikan kekuatan, penghiburan dan kedamaian rohani. Melalui sakramen ini seorang imam mengurapi orang sakit pada bagian-bagian tubuh dengan minyak khusus sambil berdoa agar si sakit dapat menanggung penderitaannya dengan iman, disembuhkan secara fisik dan spiritual serta menerima pengampunan dosa bila tidak dapat mengakui sebelumnya.
Dalam perjumpaan dan diskusi di KUB dan Kapela tersebut, ada satu agenda yang dirahasakan sangat perlu yakni promosi tentang panggilan hidup membiara (frater, bruder, suster dan pastor/imam). Agenda ini dirasa perlu dan penting mengingat panggilan hidup membiara di paroki St. Yakobus Rasul-Bukapiting masih sangat kurang, teristimewa panggilan untuk menjadi imam. Di paroki ini belum ada tahbisan imam atau belum ada satu imam pun yang berasal dari paroki ini. Untuk mereka yang menjalani hidup membiara, khususnya menjadi suster masih sangat kurang, demikian juga bruder. Secara keseluruhan jumlah suster yang berasal dari paroki ini sebanyak 7 orang suster, sedangkan bruder 1 orang. Maka agenda ini juga dirasa perlu untuk dibahas atau didiskusikan. Pada intinya diskusi ini mengajak keluarga, dalam hal ini orang tua berkewajiban memberi pemahaman dan dorongan untuk anak-anak agar bisa memilih jalan hidup khusus (panggilan khusus menjadi bruder, suster dan imam). Selain pembahasan tentang beberapa agenda diatas, juga ada agenda warna sari dengan fokus diskusi pada semua hal tentang kehidupan bersama umat dalam paroki St. Yakobus Rasul-Bukapiting, lebih khusus tentang kebijakan-kebijakan pastoral yang harus dibicarakan untuk dibenahi bersama dalam kehidupan berKUB, kapela dan paroki. Dalam agenda warna sari ini ada beberapa topik pembicara yang diangkat, salah satunya tentang judi dan minuman beralkohol (miras). Pada intinya judi dan miras merusak kehidupan berkeluarga, yang juga berdampak buruk dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. (Alfons H).
Komentar
Posting Komentar