KATEKESE MINGGU KETIGA (BKSN 2025)

Pertemuan ketiga dalam katekese Bulan Kitab Suci Nasional 2025 mengangkat tema PEMBARUAN RELASI DALAM KELUARGA, dengan inspirasi utama dari Kitab Maleaki 2:10-16 yakni Teguran Tuhan atas kawin campur dan perceraian. Fokus perhatian dari kitab ini penekanan pada kehidupan keluarga teristimewa hubungan suami dan istri. Maleaki mengawali tulisannya dengan mengingatkan umat Israel bahwa mereka semua berasal dari satu Bapa, yaitu Allah yang menciptakan dan membentuk mereka. Kesadaran akan asal-usul yang sama seharusnya mendorong mereka untuk saling mengasihi, menjaga kesetiaan, memelihara martabat manusia dan tidak berkhianat terhadap Allah dan sesama. Bukankah kita sekalian mempunyai satu Bapa? Bukankah kita diciptakan oleh satu Allah? Lalu mengapa kita berkhianat satu sama lain sehingga menajiskan nenek moyang kita? (Mal. 2:10). 
Selanjutnya Maleaki menegaskan bahwa semua manusia diciptakan oleh satu Allah yang sama, karena itu dipanggil untuk hidup dalam kesetiaan, terutama dalam relasi keluarga. Allah sebagai Bapa dan Pencipta menghendaki umat-Nya hidup dalam relasu yang setia dan saling menghormati khususnya dalam perkawinan. Perkawinan disebut sebagai perjanjian kudus yang disaksikan oleh Allah sendiri. Ketika seorang suami mengkhianati istrinya dan sebaliknya istri mengkhianati suami, ia bukan hanya melukai pasangannya, tetapi juga menajiskan perjanjian dengan Allah. Maleaki mengingatkan bahwa Allah menghendaki adanya pembaruan relasi dalam keluarga, ia menghendaki sebuah kesetiaan dan rasa saling menghargai dan menghormati dalam hidup. Allah yang adalah setia menuntut umat-Nya menghayati kesetiaan itu dalam kehidupan, teristimewa suami-istri dalam kehidupan keluarga. 
Maleaki menyebut bahwa istri sebagai teman hidup dan istri perjanjianmu, ini menekankan bahwa ikatan suami-istri dalam pernikahan bukan sekedar kontrak sosial atau istri simpanan, tetapi perjanjian kudus dihadapan Allah. Ketika suami mengkhianati istri, terutama dengan menikahi perempuan asing yang menyembah berhala, ia merusak perjanjian itu dan melukai Allah. 
Pengkhiatan dalam keluarga sampai pada perceraian merupakan perbuatan yang membatalkan perjanjian Kudus Allah dan manusia. Ia adalah lambang ketidaksetiaan dalam kehidupan keluarga. Maka perceraian dalam konteks nabi Maleaki adalah bentuk ketidaksetiaan dan kekerasan terhadap ikaran yang telah dipersatukan oleh Allah. Perceraian adalah kejahatan yang membuat orang lain menderita. Allah membenci perceraian bukan karena ingin membatasi kebebasan manusia melainkan karena DIA sangat menghargai kesetiaan dan kasih sayang yang harus dihidupkan dalam keluarga. 
Selain tentang perceraian, Maleaki juga berbicara tentang kawin campur. Dalam Kitab Maleaki dikatakan bahwa kawin campur merujuk pada situasi bangsa Israel yang membangun relasi dengan dewa-dewi bangsa asing dan kawin dengan perempuan dari bangsa asing. Kawin campur juga merujuk pada kelalaian dalam hidup perkawinan, disposisi batin pribadi yang membuat relasi keluarga menjadi hancur. Dua hal ini yakni perceraian dan kawin campur adalah perbuatan yang mengkhianati Allah dan manusia, ketidaksetiaan manusia pada Allah dan pada sesama, khususnya suami-istri. (Alfons H)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TERIMA KASIH UNTUKMU

MISA DI KAPELA MARITAING

PELANTIKAN THS THM RANTING SAYORA