PERJALANAN DI SORE ITU

Sabtu, 6 September 2025 pada pukul 16.30 Wit, saya bersama saudara Guidobeno Asamai pergi untuk pelayanan ibadat dan misa mingguan di Kapela Sta. Maria Lourdes-Atengmelang dan kapela St. Petrus-Luba. Kami meluncur ke sana dengan kendaraan motor masing-masing. Ketika perjalanan sudah mencapai sekitar 20-kilo, motor saya mengalami gangguan sedikit, ban bagian belakang kempes sehingga membuat perjalanan saya saat itu terganggu dan kurang nyaman. Saya coba parkir untuk melihat kondisi ban, ternyata sangat kempes, kuat dugaan mungkin bocor halus. Saya pinggirkan motor dan saya memutuskan untuk ganti motor. Saya coba kontak teman-teman di paroki untuk minta antar motor dari paroki supaya saya bisa melanjutkan perjalanan. Sekitar satu jam lebih saya menunggu sendirian di jalur itu, sedangkan saudara Guidobeno saya suruh teruskan perjalanan mendahui saya mengingat hari sudah mau magrib dan lampu motornya pun tidak ada, dengan pesan kami bertemu di Kapela St. Petrus-Luba. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya anak-anak pastoran yang menghantar motorpun tiba. Hari itu sudah menunjukan jam 17.40, saya lalu bergegas melanjutkan perjalanan mengingat kondisi jalan menuju kapela sangat memprihatinkan (kondisi jalan yang sungguh amat parah/rusak sekali). 
Setelah bertemu dan omong-omong sedikit lalu saya suruh mereka kembali dengan motor yang onar itu untuk selanjutnya mereka cari tambal ban terdekat untuk membereskan, sedangkan saya meneruskan perjalanan. Sepanjang perjalanan berharap bisa bertemu dengan orang ataupun kendaraan didepan atau dari belakang dengan arah atau tujuan yang sama sebagai teman perjalanan, tetapi ternyata tidak ada, hanya beberapa motor dan mobil  yang berlawanan arah, tapi dalam hati merasa sedikit senang karena berpapasan ditempat-tempat yang sedikit menakutkan dan menyeramkan, maklumlah jalur menuju dua kapela ini kita harus melewati jalur tengah hutan dengan kondisi jalan yang begitu rusak. Hampir sekitar 20-an kilo kita melewati jalur tengah hutan sebelum memasuki perkampungan pertama. Akirnya pada pukul 18.45 saya tiba di Kapela St. Petrus-Luba dan bertemu dengan saudara Guidobeno. Istrahat sejenak sambil cerita seadanya dengan saudara ini dan beberapa umat kapela yang kebetulan selesai membersihkan kapela dan masih ada bersama disitu, sambil saya dan saudara disuguhi kopi, penyegar rasa lelah dan capeh. Sambil menikmati kopi, kami cerita-cerita tentang kondisi jalan begitu  parah dan cerita seputar situasi dan keadaan umat di kapela itu. Ternyata disaat sedang bercerita, ada beberapa ibu yang sibuk mengurus segala sesuatu didapur untuk makan malam. Selesai makan malam, kami melanjutkan perjalanan ke kapela Sta. Maria Lourdes-Atengmelang untuk nginap disana. Kami tiba di kapela sudah jam 20.45 wit, bertemu dan menyapa umat lewat salam dan jabatan tangan, lalu duduk bercerita. Maklumlah sudah hampir satu bulan tidak bertemu. Ada banyak topik yang dibahas pada malam perjumpaan itu, mulai dari kondisi jalan yang rusak, tentang dunia pertanian (tanam-mananam), tentang anak sekolah dan lain-lain. Cerita malam itu didominasi tema tentang Makan Bergisi Gratis (MBG) yang merupakan program presiden, yang sekarang sudah beroperasi di Kabupaten Alor, terkhususnya di wilayah paroki kami yakni di Sidongkomang-Alor Timur Laut. Cerita ini menjadi panjang lebar karena berkaitan dengan menu makanan yang salah satu bahan dasarnya adalah sayuran dan buah-buahan. Ada banyak ide atau pikiran yang terbersit dan terlontar dalam cerita malam itu. Sangat dipahami cerita ini lama karena juga menyentuh dengan bidang kerja umat di kapela, seperti wortel, labu jepang, buncis. Barang-barang ini bisa ditanam oleh umat dikapela sehingga menjadi salah satu penyalur bahan mentah untuk unit rumah makan bergizi gratis (MBG). Ternyata umat begitu antusias mendengar dan ingin untuk menanam tanaman-tanaman ini, sebagai salah satu sumber ekonomi rumah tangga. Karena keasyikan cerita tentang MBG ini, kami akhirnya memutuskan untuk istrahat malam pada jam 12. 30 wit. Itulah ceritaku tentang hari itu dalam sebuah perjalanan pastoral atau perjalanan pelayanan ibadat dan misa di kapela. Ada beberapa makna atau nilai tersendiri bagi saya,  yang coba saya tarik dari peristiwa perjalanan saya bersama saudara Guidobeno pada sore itu. 
A. Ban motor bocor
Ditengah perjalanan menuju kapela, motor yang saya kendarai mengalami gangguan, bannya bocor dan saya harus berhenti ditengah jalan. Sebuah keadaan yang mengajarkan kepada saya bahwa perjalanan pelayanan pastoral pun harus mengalani situasi sulit, tersendat, rusak, penuh krikil, melewati tanjakan dan terjal. Sebuah perjalanan pelayanan pastoral yang melatih kesabaran dan berjiwa besar menantang medan dan lintasan yang sungguh mengerikan. Mengartikan saya bahwa sebuah perjalanan hidup juga sering dan bahkan diperhadapkan dengan masalah atau persoalan dalam hidup, yang pada intinya bagaimana menghadapinya, mencermati atau menyingkapi, menikmati dan berusaha dengan tenang untuk mengatasi atau mencari solusi terbaik. 

B. Berjalan bersama saudara dan ditolong oleh anak-anak pastoran
Saya bersama saudara Guidobeno menuju kapela untuk pelayanan ibadat dan misa mingguan di kapela. Sebuah perjalanan yang membutuhkan dan bersama orang lain melewati hari-hari dalam hidup, terlebih ketika berhadapan atau ada masalah dan persoalan. Kita membutuhkan saudara atau orang lain untuk menolong, membantu dan memberi kita kekuatan. Ketika saya sendiri ditengah hutan rimba menghadapi masalah ban motor pecah, mereka-mereka hadir memberi bantuan dan pertolongan. Mengartikan saya bahwa perjalanan hidup membutuhkan orang lain atau sesama, menemami, berada disamping sebagai pihak yang bisa saya minta bantuan. 
C. Bertemu dengan umat di Kapela
Bertemu lalu menyapa umat di kapela dalam senyum dan tawa tanda perjumpaan yang menggembirakan. Bahwa setiap perjalanan hidup, saya juga harus bertemu atau berjumpa dengan orang lain, mereka adalah bagian penting yang menjadikan diri mereka sumber sukacita, sekaligus tempat berbagi cerita dan kisah hidup. Lebih dari itu umat kapela adalah mereka-mereka yang sering masuk salam kategori orang sederhana, orang-orang kecil, kaum serba terbatas dan banyak hal dalam kekurangan. Bagaimana bertemu dan menyapa mereka untuk bisa menerima hidup dan menjalani dengan sukacita. Perjalanan hidup juga mengajarkan saya untuk bertemu dengan orang lain yang bukan keluarga atau orang-orang terdekat. Disitulah arti kehadiran diri orang lain sebagai sesama yang mengasihi dan dikasihi. 

D. Bercerita dengan umat. 
Bertemu dan bercerita dengan umat tentang banyak hal adalah sesuatu yang baik dan terindah, apalagi dengan orang-orang yang berada di kapela nun jauh dipegunungan. Saling bercerita adalah tanda bahwa manusia harus membangu komunikasi dengan sesama yang lain. 
Inilah sepenggal cerita tentang perjalanan pelayanan ibadat dan misa mingguan di sore itu. (Alfons H)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TERIMA KASIH UNTUKMU

MISA DI KAPELA MARITAING

PELANTIKAN THS THM RANTING SAYORA