KU TOLONG DIA YANG JATUH
Saya seorang cewek, bekerja pada sebuah LSM yang bergerak di bidang pertanian, dengan fokus pada pengadaan bibit-bibit unggul dan obat-obatan untuk para petani di setiap desa binaan LSM kami. Setiap hari saya bersama teman-teman bolak balik dari kota menuju desa-desa yang menjadi sasaran kegiatan. Rutinitas ini kami jalani hampir setiap hari karena desa-desa sasaran kami tersebar dalam satu wilayah kabupaten. Kami lebih sering menggunakan kendaraan roda dua untuk melintasi jalur-jalur luar kota menuju lokasi kegiatan. Saya sendiri juga menggunakan motor dalam pelayanan kegiatan bagi petani-petani di desa, karena itu hampir setiap hari saya menempuh perjalanan yang lumayan jauh dengan jalur jalan ke desa sebagian besar tidak beraspal. Suatu kesempatan di pagi hari saya mendapat telp dari atasan untuk menghantar bibit jagung ke salah satu desa yang cukup jauh dan jalannya pun sangat parah, saya menuju kantor untuk mengambil bungkusan bibit dan bersama seorang teman cowok kami menuju desa tersebut dengan menggunakan motor masing-masing.
Pagi itu sudah menunjukan pukul 9.30, karena perjalanan cukup jauh dan jalan menuju ke desa itu sangat parah, maka kami harus segera berangkat untuk bertemu dengan kelompok tani yang menjadi sasaran binaan kami. Ketika kami memasuki jalur kawasan tengah hutan, tiba-tiba kami melihat sebuah sepeda motor di pinggir jalan dalam kondisi yang parah, bagian badan motor kelihatan rusak parah, sementara si pengendara tidak kelihatan. Posisi dijalur ini jarang sekali mobil atau kendaraan motor yang melintasinya, sunyi dan jauh dari perkampungan. Kami berdua berhenti untuk melihat motor sekaligus memastikan keadaan atau posisi si pengendara. Kondisi jalan ditempat itu posisi menurun dengan kerikil-kerikil kecil yang tertumpuk memenuhi ruas jalan itu, keadaan jalan ini sudah dipastikan bahwa setiap pengendara yang melewatinya harus berhati-hati dan bahkan membutuhkan konsentrasi dan lincahan kaki tangan yang cepatan dalam menjaga posisi motor. Kalau salah selak, maka terjungkir baliklah motor dan pengendara itu.
Setelah berhenti kami melihat seorang bapak yang terjatuh dan terguling ditebi jurang sambil beteriak memanggil-manggil minta pertolongan, kemungkinan si bapak ini mendengar bunyi kendaraan motor sehingga ia memanggil minta pertolongan. Kami dua segera menolong si bapak, teman berusaha mengangkat dan membopong bapak itu keluar menuju jalan untuk selanjutnya kami harus memberi pertologan pada dia. Dilihat dari raut wajahnya, umur si bapak berkisaran 50-an tahun. Setelah kami berusaha mengeluarkan bapak dari tebing ditengah hutan, saya dan teman kebingungan karena kami harus mengejar waktu untuk bertemu dengan kelompok tani, tetapi kami sedang berhadapan dengan orang yang celaka. Kami berdua berharap agar ada orang yang lewat sehingga memohon bantuan untuk membawa bapak ini ke puskesmas, tetapi sudah satu jam lebih tidak ada satupun yang muncul, dan kami pun sepakat bahwa teman saya meneruskan perjalanan untuk membwa bibit ke desa dan membagikannya untuk para petani, dan saya harus membawa si bapak menuju puskesmas untuk perawatan, sedangkan motor milik si bapak ini kami tolak parkir disalah satu pondok terdekat, kebetulan pondok ini sudah tua dan kemungkinan sudah dua atau tiga tahun lalu ada yang membuka kebun di tempat itu dan pondok itu masih dibiarkan begitu saja. Motor si bapak itu kami parkir disitu dan kami harus mengurus dia serta membawa bibit jagung untuk para petani. Teman melanjutkan perjalanan ke desa dan saya menghantar si bapak ke puskesmas. Kondisi bapak sedikit parah karena darah mengalir dari kepala lumayan banyak, kaki dan tangannya juga kena goresan batu dan tertusuk kayu-kayu sehingga luka agak parah. Karena darah mengalir begitu banyak maka saya membuka jacket dan memakainya pada si bapak, sepanjang perjalanan kami tidak komunikasi hanya rintihan kesakitan yang terdengar sepanjang perjalanan itu. Saya merasa kasihan dan sedih melihat kondisi bapak yang begitu parah, ditambah darah yang mengalir keluar dari tubuhnya menetes dipergelangan kaki saya, membuat saya semakin rasa panik dan takut yang berlebihan, tapi semuanya kusimpan dalam hati sambil berdoa mohon perlindungan dari Tuhan agar perjalanan kami lancar dan tiba tujuan dengan selamat. Akhirnya kami tiba di rumah sakit dan saya meminta tolong satpam untuk membantu menggendong si bapak keruang IGD untuk pertolongan medis. Darah tetap mengalir dari luka-luka baik dikepala maupun badannya sehingga jacket pun kelihatan merah karena tetesan darah. Setelah memasuki ruang IGD, dokter dan petugas medis coba menanganinya, tetapi saya tetap menemani si Bapak. Setelah satu jam dokter dan petugas medis memberi pertolongan medis, saya coba bertanya ke dokter tentang kondisi si bapak, jawaban dokter membuat saya kaget dan panik, ternyata kondisinya memburuk karena darah yang keluar dari tubuhnya cukup banyak yang menyebabkan kondisi bapak lemah dan sangat buruk. Hari itu sudah menujukan pukul 14.00, tidak ada keluarga terdekat yang membuat saya bisa menghubunginya, akhirnya saya memutuskan untuk kontak keluarga saya dan kami coba berusaha untuk mengurusnya. Saya sendiri belum kembali ke kantor untuk memberitahukan ke pimpinan tentang hal ini, saya menemani si bapak dirumah sakit sambil menelpon teman didesa agar kembali dari desa singgah sebentar dirumah sakit. Rintihan sakit terdengar begitu kuat dari si bapak, dan saya cona menenangkan dia sambil sesekali memanggil dokter untuk melihat kondisinya. Saya menemani dia dalam rasa panik dan takut karena melihat kondisinya semakin memburuk. Saya menelpon keluarga untuk datang kerumah sakit bukan saja untuk melihat kondisi si bapak yang sedang sakit tetapi juga sebagai penguat rasa untuk saya. Sekitar 30 menit, adik bersama ayah dan ibu tiba dirumah sakit, lalu mereka menuju ruang IGD tempat saya dan si bapak berada diruang itu. Ayah saya kaget melihat kondisi si bapak ini, dan dengan spontan ayah memberitahukan kepada saya bahwa kondisi si bapak tidak bisa diharapkan lagi. Saya bertanya maksud ayah apa? Ayah menjawab kemungkinan hidup sangat kecil dan kita harus coba kontak keluarganya untuk memberitau hal ini. Sementara saya dan ayah sedang berbincang-bincang tentang kondisi si bapak, tiba-tiba teman pun masuk dlm ruangan itu, dia baru saja dari desa dan langsung singgah dirumah sakit. Teman pun kaget melihat kondisi si bapak yang semakin memburuk, lalu keluar ruangan dan coba mencari tahu keluarga si bapak ini melalui teman-temannya. Jam sdh menujukan pukul 17.00 sore, kami berdua harus ke kantor untuk melaporkan kegiatan kami sekaligus menceritakan hal ini ke pimpinan, sambil ayah, ibu dan adik menemani si bapak diruang IGD. Sebelum saya dan teman tiba dikantor, ada bunyi telepon yang masuk, saya coba melihat kontak panggilan yang masuk, ternyata telepon dari ayah. Saya menjawab dan ayah menyampaikan bahwa si bapak telah meninggal, hati sedih bercampur rasa takut menguasai seluruh diri saya, lalu saya menyampaikan hal ini ke teman. Saya memberitahu ke ayah bahwa saya dan teman menuju kantor untuk memberi laporan ke pimpinan, selesai itu baru kami menuju rumah sakit, sambil meminta ayah dan adik mengurus segala sesuatu dirumah sakit yang berkaitan dengan urusan jenasah. Setelah bertemu pimpinan dan menyampaikan laporan kegiatan, kami menyampaikan kejadian yang kami alami dijalan. Pimpinan merespon baik dengan cerita saya tentang si bapak yang ditolong itu, lalu kami bersama pimpinan dan rekan-rekan kerja yang lain menuju rumah sakit. Waktu sudah menujukan pukul 19.00, sudah malam dan saya harus memutuskan bahwa jenasah si bapak harus dibawaj ke rumah sambil menunggu keluarganya yang datang. Setibanya dirumah sakit, ternyata ayah dan ibu sudah membereskan segala sesuatu yang berkaitan dengan rumah sakit tetapi peti belum dipesan. Pimpinan lalu memanggil saya memberitahukan bahwa beliau yang mengurus peti, lalu beliau menyuruh beberapa rekan untuk pergi membeli peti jenasah. Selesai membereskan semua yang berurusan dengan rumah sakit, kami menghantar jenasah kerumah, untuk beristrahat sementara malam itu sambil menunggu keluarganya. Sekitar pukul 05.00 pagi, keluarga besar almarhum tiba dirumah, tangisan histeri dari anak-anak serta keluarganya membuat saya bersama keluarga larut dalam rasa duka yang mereka alami. Saya dan adik harus menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga yang datang dari jauh, sebelum mereka menghantar jenasah kembali ke kampung halamannya. Setelah semuanya beres, jenasah itu pun diarak dan dihantar kembali ke kampung, kembali kerumahnya, kembali bertemu dengan keluarganya, dan kembali pada Sang Pemilik kehidupan, tak terasa air mata pun menetes mengalir di pipiku, tanda rasa duka yang mendalam atas kepergian si bapak yang ku tolong siang itu ditengah perjalanan dalam tugasku. Akhirnya kami berpisah, dia kembali kekampung halamanya dan kembali ke pangkuan Bapa disurga. (Alfons H)
Komentar
Posting Komentar